Selasa, 29 Januari 2008

MANUFER SANG JENDRAL BESAR: Episode Jurus One-way ticket

The Legend and The Factory Soeharto: (Contra Soeharto series 19)

Kehebatan sang Jendral Besar Soeharto:· pandai memanfaatkan kekuatan· pandai memanfaatkan kelemahan· ahli strategi perang gerilya dan anti-gerilya· ahli perang terbuka· ahli perang tertutup Indonesia saat ini direpotkan dengan manuver sang Jendral besar. Dari sejarahnya kita semua tahu sang Jendral ahli strategi perang. Dari mulai ahli perang gerilya, ahli perang anti-gerilya, perang terbuka dan perang tertutup. Sang Jendral Besar lah Maestronya, dan sudah terbukti secara nyata di lapangan, selama 42 tahun (masa berkuasa:32 tahun + orde reformasi sekarang 10 tahun).

Menurut Sejarah, Sang Jendral Memimpin serangan fenomenal pada jamannya, serangan 6 jam dijogja, code name: Janur Kuning, dengan taktik: Capit Udang, desa mengepung kota. Manuver serangan ini memaksa dunia internasional terbelalak mengetahui kenyataan bahwa propaganda Belanda yang menyatakan bahwa secara de facto: Pemerintahan Indonesia sudah tidak ada, terbukti tidak benar. Dan akhirnya memaksa Belanda ke meja Perundingan.

Menurut sejarah pula, strategi anti gerilya berhasil pula diterapkan sang jendral besar dalam meredam konflik-konflik di dalam negeri pasca kemerdekaan seperti RMS, Andi Aziz, Kahar Muzakar, OPM Papua, DOM Aceh, dan masih banyak lagi.

Strategi perang terbuka berhasil dalam merebut Irian Barat dan memasuki Timor Timur.
Strategi perang tertutup berhasil dalam meredam konflik-konflik pasca G30S/PKI, seperti peristiwa MALARI, kasus Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah, Badega Jawa Barat, sengketa Sengkon-Karta, Kasus Lampung, Petrus, kasus Amir Biki, meredam gejolak kaum intelektual seperti tragedi penolakan Mendagri Rudini Masuk kampus ITB tahun 1989, meredam gerakan Komando Jihad Era Abu Bakar Basyir & Abdulah Sungkar sampai keduanya lari tunggang langgang ketakutan, terbirit-birit ke Malaysia.

Pada jaman Soeharto berkuasa mungkin Ustad Abu Bakar Ba’syir dan Ustadz Abdulah Sungkar bermimpi pun tidak untuk pulang kampung, makanya di negeri pelariannya Malaysia sempat mendirikan Pesantren yang menimbulkan kontroversi karena para lulusannya banyak yang dicap terlibat dalam aksi terorisme. Kenapa ini terjadi? Kalau mau jujur, sebenarnya aksi-aksi ini pada awalnya adalah bentuk apresiasi dan respon terhadap Soeharto, seperti halnya bentuk respon presiden kita SBY terhadap kesehatan Sang Jendral Besar.

Pada masa keemasan kekuasaannya Sang Jendral Besar Soeharto pandai memanfaatkan kekuatannya dengan meraih danmengumpulkan pundi-pundi kekayaan yang fenomenal juga, ada yang terdeteksi dan ada yang tidak terdeteksi umum entah dimana di sembunyikan.
Pada masa kejatuhannya yang katanya orde reformasi, sang jendral tetep dapat menjalankan kekuasaanya, tetep berhasil mempertahankan dan mengumpulkan pundi-pundi kekayaannya, tetep berhasil menyembunyikannya pula. Kalau mau jujur, coba lihat siapa yang punya jalan tol, siapa yang punya televisi swasta (siapa yan memiliki saham di MetroTV, RCTI, Global TV, TPI, Indosiar, dll?). siapa yang mengendalikan partai politik, Golkar sudah pasti. PAN? Belakangan aktifitas partai ini melibatkan keluarga cendana, minimal ada Dede Yusuf disana. Belum lagi partai-partai yang lain.

Pasti jawaban kita akan sama:Soeharto. Hanya ada yang malu-malu, takut-takut dalam menjawabnya. Jadi jangan heran kalau sekarang pemberitaan media tendensius hanya menyoroti jasa-jasa sang Jendral Besar saja, sebab Cendana di Indonesia seperti Rupet Murdoch yang orang Yahudi itu yang menguasai hampir dua per tiga (2/3) informasi Dunia. Jadi bisa menggiring opini publik, untuk suatu kebijakan yang diambil dan menguntungkan kelompoknya.
Bisa jadi sang jendral sedang bermanufer juga sekarang ini. Apa buktinya?

Melihat realitas saat ini, kasus korupsi sang Jendral Besar sudah go internasional terbukti dengan dimasukannya kasus beliau di PBB sebagai Presiden terkorup. Dari semua pemerintahan era setelah beliau lengser keprabon, tidak ada satu Presiden pun yang berhasil mengadilinya. Sang Reformator, Amin Rais jauh-jauh hari sudah membuka opini untuk memaafkan beliau. Sosok ini hampir mewakili kalangan Muhamadiyah.

DPR/MPR saat ini mayoritas kursinya dikuasai oleh Golkar dan kaukusnya. Penentang rezim pada masa kekuasaanya yaitu munir telah tumbang, artinya walaupun ada penerusnya tapi relatif aman. Media relatif aman, karena hampir semua stasiun tv yang ada saat ini cendana investornya atau setidaknya kroninya. Kalangan pesantren relatif tenang karena cendana selama ini, setelah era reformasi telah berhasil dalam bergerilya di lingkungan ini, dengan menyumbang berbagai fasilitas, dll. Ini mewakili kalangan Nahdiyin. Dan masih banyak lagi yang lain.

Artinya menurut pertimbangan Sang Jendral besar, momentnya sudah hampir tepat, untuk menerapkan manufer. Tinggal kali ini: manufer apa yang tepat! Kalau melihat efek media yang ditimbulkan, sang jendral dan kroninya menerapkan manufer: one-way ticket, kick and run, sapit udang dengan desa mengepung kota-nya yang terkenal itu.

Jadi Sang Jendral sedang bernostalgia untuk menerapkan kembali taktik andalannya code name: Janur Kuning, dengan taktik: Capit Udang, desa mengepung kota. Manuver serangan ini akan memaksa dunia internasional terbelalak mengetahui kenyataan bahwa propaganda tuduhan Korupsi yang dituduhkan terhadapnya secara de facto: tidak mempan, terbukti tidak benar, buktinya banyak yang mendoakan kesembuhannya, menurutnya hampir seluruh Indonesia. Dan akhirnya memaksa Dunia dan pemerintah Indonesia ke meja Perundingan diluar pengadilan dengan win–win solution versi Cendana dengan moto: “maafkan Soeharto dan Lupakan” sebagai anti tesis dan counter atack dari “maafkaan tapi tidak melupakan” yang diwacanakan para politisi kita.

Coba anda bayangkan. Ditengah ditolaknya opini: “dimaafkan tapi tidak dilupakan” di sebagian kota-kota di Indonesia.

Tidak ada komentar: